Minggu, 05 Desember 2010

Rasa Aman di Sekolah; Batasan-batasan dan Langkah Konkretnya

Sekolah yang aman, nyaman dan disiplin adalah sekolah yang warga sekolahnya bebas dari rasa takut, kondusif untuk belajar dan hubungan antar warga sekolahnya positif.
Sekolah yang aman, nyaman, dan disiplin menyediakan lingkungan fisik (gedung, kelas, halaman) sekolah yang bersih dan aman.

Sekolah yang aman, nyaman dan disiplin akan tercapai bila semua warga sekolah:
1. mengembangkan budaya sekolah yang positif dan fokusnya adalah pada pencegahan
2. membangun komunitas sekolah dengan cara saling menghargai, adil, menerapkan azas persamaan dan inklusi.
3. mengatur dan mengkomunikasikan secara konsisten prilaku yang diharapkan.
4. mengajar, memberi contoh dan mendorong prilaku sosial yang bertanggung jawab yang memberi kontribusi terhadap komunitas sekolah
5. memecahkan masalah secara damai menghargai perbedaan dan mengedepankan hak asasi manusia.
6. bertanggung jawab, dan bermitra dengan masyarakat, untuk memecahkan masalah keamanan yang penting.
7. Berkerjasama untuk memahami bersama isu-isu tentang kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah, hukuman fisik, rasisme, ketidakadilan gender, dan berbagai ketakutan lainnya.
8. Merespon secara konsisten dan adil terhadap berbagai insiden dan menggunakan intervensi untuk memperbaiki kerusakan fisik maupun psikis dan memperkuat hubungan dan mengembalikan rasa percaya diri.
9. berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, prosedur, praktek-praktek yang mempromosikan keamanan sekolah.
10. memonitor dan mengevaluasi lingkungan sekolah untuk bukti dan peningkatan keamanan sekolah.
11. memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi sekolah yang pencapaian sekolah yang aman, damai dan teratur sambil menyebutkan hal-hal yang masih perlu untuk ditingkatkan.

1. Mencegah kekerasan di sekolah
Melatih siswa mengenai bagaimana cara memecahkan masalah dengan cara tidak melakukan kekerasan merupakan langkah awal untuk membangun masyarakat yang mencintai perdamaian.
2. Mengembangkan keterampilan intelegensi emosional siswa. Keterampilan ini sangat penting sekali dimiliki oleh siswa karena sangat mempengaruhi kesuksesan hidup siswa di masa datang. Apabila siswa mempunyai kemampuan akademik yang tinggi tetapi mempunyai intelegensi emosi yang rendah maka hal tersebut tidak akan berguna. Intelegensi emosi atau keterampilan intrapersonal dan interpersonal ini meliputi keterampilan:
a. mengembangkan empati
b. bekerja sama
c. membangun konsensus
d. sensitif terhadap perasaan teman
e. mengontrol impulsif dan rasa marah
f. menenangkan diri
g. mengembangkan sikap positif
Intelegensi emosi yang rendah akan menyebabkan:
h. putus sekolah
i. agresif
j. penggunaan obat terlarang
k. ketidakteraturan hidup
l. kehamilan muda
m. kesehatan rendah
n. kekerasan dan kriminalitas
o. mengalami masalah dalam pekerjaan
3. Menguatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan:
a. keterampilan mendengarkan dan berkomunikasi
b. kemampuan menyesuaikan diri
c. berfikir kreatif
d. memecahkan masalah
e. menetapkan tujuan
f. mengelola waktu
g. keterampilan mengembangkan kualitas pribadi: mengatur waktu, jujur, bertanggung jawab, bersosialisasi.
3 Ciri-ciri sekolah yang aman, nyaman dan disiplin
a. Sekolah yang aman, nyaman dan disiplin mempunyai karakteristik sebagai berikut. Lingkungan fisik sekolah aman dan nyaman (gedung sekolah, kelas, laboratorium, peralatan, halaman)
b. Warga sekolah saling mendukung dan menghargai.
c. Semua warga menerapkan disiplin yang efektif
d. Sekolah memberikan pembelajaran terbaik.
e. Warga sekolah mengembangkan sikap persamaan, keadilan, dan saling pengertian
f. Perilaku dan sikap yang diharapkan sekolah diajarkan.
g. Strategi pengelolaan prilaku yang menyimpang sifatnya supportive thd siswa
h. Adanya program penyembuhan/terapi
i. Adanya pemodelan/ contoh prilaku dan sikap yang diharapkan dari semua staf sekolah
j. Adanya hubungan yang baik antara sekolah dan orang tua, komite sekolah dan masyarakat.

Masalah disiplin di kelas atau sekolah antara lain
- Makan di kelas
- Membuat suara gaduh
- Berbicara saat bukan gilirannya
- Lamban
- Kurang tepat waktu
- Mengganggu siswa
- Agresif
- Tidak rapi
- Melakukan ejekan
- Lupa
- Tidak memperhatikan
- Membaca materi lain
- Melakukan hal lain.

Mencegah Prilaku Menyimpang
A. Meningkatkan Kualitas Sekolah.
1. Sesuaikan pembelajaran dengan siswa (contoh mengakomodasi berbagai motivasi siswa yang berbeda dan perkembangan siswa yang berbeda)
2. Berikan status tertentu bagi siswa yang kurang populer (peran khusus sebagai asisten atau totur sebaya).
3. Identifikasi dan remedi kekurangan secara awal.
B. Tindak lanjuti semua penyimpangan prilaku dan penyebabnya.
1. Identifikasi motivasi siswa yang melakukan prilaku menyimpang.
2. Untuk prilaku menyimpang yang tidak disengaja, berilah penguatan cara mengelola/ menguasai diri (contoh keterampilan sosial, cara memecahkan masalah).
3. Bila prilaku menyimpang ini,
Cara mengelola berbagai penyimpangan prilaku/kedisiplinan
1. Tindakan Pencegahan
A.
Intervensi
Bila terjadi prilaku menyimpang maka prilaku menyimpang itu harus dikoreksi dengan cara sekecil mungkin intervensi. Tujuan utama adalah menangani prilaku menyimpang seefektif mungkin untuk menghindari gangguan sehingga pembelajaran dapat berlangsung lancar. (Slavin, 2000)
Strategi menangani disiplin
Langkah 1: Membantu situasi
- hilangkan objek yang mengganggu
- berikan bantuan tentang kegiatan rutinitas sekolah.
- Beri penguatan terhadap prilaku yang sesuai
- Dukunglah minat siswa.
- Berikan petunjuk
- Bantu siswa mengatasi gangguan
- Arahkan prilaku siswa
- Ubahlah pembelajaran
- Gunakan hukuman non-fisik
- Ubahlah suasana kelas.
Langkah 2: Respon lunak
No Non Verbal Verbal
1 Abaikan prilaku Panggil siswa ketika pembelajaran berlangsung.
2 Gunakan tanda non-verbal Gunakan humor
3 Berdiri dekat siswa Gunakan kalimat positif
4 Peganglah siswa tersebut Ingatkan siswa tentang kesepakatan
5 Beri siswa pilihan kegiatan
Beritahukan prilaku salah yang telah diperbuat.
Langkah 3: Respons menengah
- Hilangkan hak siswa
- Ubahlah tempat duduk
- Mintalah siswa untuk merefleksi masalah yang dihadapi.
- Berilah siswa istirahat
- Mintalah siswa untuk pulang lebih lambat
- Kontak oranng tuanya
- Mintalah siswa untuk menemui kepala sekolah.
Disiplin positif
1. Perhatikan siswa dengan menyeluruh, kontak mata dan sapaan.
2. Tanya siswa apa yang paling mereka sukai di sekolah dan bagaimana kelas yang diinginkan.
3. Galilah prilaku yang menyimpang dan hal-hal yang menyebabkannya.
4. Carilah kesepakatan di kelas.
5. Galilah kesepakatan bagaimana guru harus mengintervensi bila siswa melanggar kesepakatan.
(Charles, 2002: 106-107)
4. 3. Menghilangkan hukuman fisik dan merendahkan oleh guru terhadap siswa
Banyak siswa di berbagai negara, termasuk di Indonesia, menderita karena dihukum secara fisik dan dihukum secara direndahkan oleh guru di sekolah.
Lebih dari 20 negara di dunia ini telah menerbitkan undang-undang atau peraturan yang melarang hukuman fisik kepada siswa di sekolah. Gerakan mendunia untuk mengubah budaya menghukum secara fisik ini telah mencapai momentum yang baik. Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa anak mempunyai hak asasi dan juga berdasarkan bukti-bukti medis dan psikologis tentang efek negatif akibat dari hukuman fisik dan bukti ketidakefektifan hukuman fisik sebagai metode pendisiplinan.
Hukuman fisik ini melanggar hak asasi anak dalam hal integritas fisik dan kehormatannya sebagai manuasia seperti dicanangkan dalam Konvensi PBB tentang hak-hak anak. Dengan demikian, semua negara diharapkan dapat memberikan jaminan terlaksananya hak anak yaitu hidup bebas dari kekerasan termasuk hukuman fisik dan psikhologis di sekolah maupun di rumah.
Definisi Hukuman Fisik
Hukuman fisik adalah hukuman yang melibatkan pemukulan dengan tangan atau objek lain seperti tongkat, penggaris, ikat pinggang, cambuk, sepatu; menendang, melempar, mencubit, menjambak, menyuruh siswa untuk berdiri pada posisi yang tidak menyenangkan, atau menyuruh siswa untuk melakukan kegiatan fisik yang berlebihan, menakuti siswa.
Selain itu hukuman fisik terdapat pula hukuman yang merendahkan seperti menghina mengolok, berkata kasar, mengisolasi, dan membiarkan siswa. Penting untuk diketahui bahwa tidak ada batasan yang jelas antara hukuman fisik dengan hukuman yang merendahkan. Siswa sering mempersepsikan bahwa hukuman fisik juga merendahkan mereka.
Mengapa hukuman fisik itu dilarang?
Seperti telah diketahui bahwa manusia memiliki hak asasi. Berbagai standar perilaku telah ditetapkan untuk menghormati hak asasi manusia ini. Pemukulan dan penghinaan secara disengaja melanggar hak asasi manusia. Anak-anak juga manusia mereka memiliki hak asasi yang sama seperti orang dewasa. Anak-anak adalah manusia hanya mereka masih kecil dan lebih rentan daripada orang dewasa.
Menurut UNESCO hukuman phisik dalam bentuk apapun di sekolah ini dilarang. Memukul anak ini melanggar hak dasar anak agar anak tersebut dihargai integritas fisiknya dan kehormatannya, seperti dicanangkan dalam Deklarasi hak asasi manusia.
Penerapan hukuman fisik menyebabkan kesehatan mental terganggu, termasuk diantaranya depresi, tidak bahagia, cemas, perasaan hampa dalam diri siswa. Hukuman fisik juga
Selain bertentangan dengan hak asasi manusia, hukuman fisik dan hukuman merendahkan juga kadang-kadang masih dilegalisasi dan masih diterima oleh mayarakat tertentu. Status anak yang masih rendah di mata masyarakat dan siswa tidak mempunyai kekuatan menyebabkan penerapan larangan hukuman fisik dan hukuman yang merendahkan di sekolah belum sepenuhnya dapat direalisasikan.
Selain itu berdasarkan bukti-bukti medis dan psikologis, hukuman fisik dan hukuman yang merendahkan menyebabkan anak beresiko mengalami fisik yang terganggu, kesehatan mental yang terganggu, hubungan interpersonal yang tidak sehat, internalisasi nilai-nilai moral yang lemah, prilaku anti sosial, kemampuan beradaptasi yang terganggu.
Beberapa alasan mengapa guru sering menggunakan hukuman fisik dan hukuman merendahkan
1. hukuman fisik merupakan bagian yang penting dalam perkembangan dan pendidikan siswa. Siswa belajar dari dari pukulan itu untuk menghargai guru atau orang tua, belajar untuk membedakan mana yang baik dan mana yang salah, belajar mematuhi aturan dan belajar bekerja keras. Tanpa hukuman fisik siswa tidak akan belajar disiplin atau akan menjadi manja.
Hasil riset menunjukkan bahwa hukuman fisik jarang memotivasi siswa untuk berlaku berbeda karena hukuman fisik tidak memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana siswa harus berlaku. Faktanya guru seringkali harus mengulangi memberi hukuman fisik untuk perilaku yang sama dan kepada anak yang sama. Hal ini membuktikan bahwa hukuman fisik ini tidak efektif. Hukuman fisik menimbulkan rasa takut pada anak tidak menimbulkan rasa hormat dari anak kepada guru atau orang tua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar